Merdeka Korona
Ada beberapa tempelan koyo
di dahi dan pelipis ayah dan semalam pun dia meminta aku untuk mengerik
punggungnya, dan setelah kukerik ternyata warna kulitnya menjadi merah
kehitam-hitaman. Sudah beberapa hari ini ayah hanya berdiam diri di rumah dan
menonton tivi sambal minum kopi pahit kental panas kesukaannya. Di berita
televisi presenter berita sedang menyiarkan berita tentang banyaknya korban
virus korona yang tidak tertampung oleh rumah sakit karena kelebihan kapasitas.
“Yah sekarang ini kita
hidup susah ya dan ga bisa bebas lagi” kata ibu sambal menyetrika dan menonton
tivi. Ayah menengok ke ibu yang sedang mengeluh tanpa berkata sepatah kata pun.
“Hidup di zaman sekarang ga seenak hidup kita di zaman dulu. Dulu kita bisa
bebas kemana-mana ga usah pake masker tapi kalau sekarang kemana-mana dibatasi
dan harus pake masker pula. Kalau dulu bebas mau belanja, bebas jalan-jalan,
bebas cari duit. Aduh… makin ke sini kok kita malah semakin susah dan apa-apa
semuanya mahal. Orang-orang mau usaha susah, para pengusaha banyak yang
bangkrut, cari kerja susah ah rasanya pengen menjerit aja deh” kata ibu sambal
menyetrika pakaian di ruang keluarga.
“Ayah tau ga? Kalau
misalkan mau dibuat daftar dan ditulis dalam lembaran kertas mungkin bisa
mencapai jarak dari Jakarta ke Bekasi itu daftar korban gara-gara virus korona
ini. Eh kok panjang amat sih? Emang pandemi korona ini beneran nyata ya? Nah
dari berita-berita yang tayang di beberapa stasiun televisi di media elektronik
maupun di koran-koran dan beberapa media cetak beberapa tahun belakangan ini
dia selalu menjadi headline berita utama.
Dampak yang ditimbulkannya pun begitu massif dan signifikan. Hampir
seluruh aspek kehidupan manusia terdampak oleh pandemi yang melanda planet biru
yang dihuni oleh ribuan milyar anak keturunan Adam ini.
Namanya bagus namun tak
semua orang suka dengannya. Dialah virus korona makhluk tak kasat mata ciptaan
Tuhan yang telah mengguncang dunia dengan penyebarannya yang begitu cepat dan
membuat repot semua pemerintahan di beberapa negara. Penyebarannya yang begitu
mendadak dan cepat banyak dari beberapa negara dengan pemerintahannya yang
kurang persiapan atau bahkan meremehkan pandemic ini merasakan dahsyatnya
serangan gelombang tsunami korban virus korona ini yang mencapai ribuan jiwa
terpapar dan ratusan jiwa meninggal. Di awali dari negara tirai bamboo yang
menyiarkan berita bahwa ada beberapa orang yang mengalami gejala-gejala
penyakit gangguan pernafasan akut yaitu : demam, batuk dan pilek, letih lesu,
sakit tenggorokan dan gangguan sesak pernafasan bahkan beberapa ribu orang sampai
meninggal.
Andi sedih dan galau
karena sudah 2 tahun lebih dia tidak bisa hidup secara normal seperti sebelum
terjadi pandemi korona ini. Dia merindukan bisa bersekolah dan main bersama
teman-temannya tanpa memakai masker, menghirup udara yang segar ketika pagi
hari berangkat ke sekolah dan jalan-jalan ke tempat pariwisata dengan
keluarganya. Sekarang semua serba berubah segala aktivitas kita harus sesuai
dengan protocol kesehatan tidak sebebas dulu, harus memakai masker atau
faceshield, mencuci tangan dengan air dan sabun, menyemprotkan desinfektan,
menghindari keramaian dan tidak berjabat tangan dan bersentuhan.
“Bu kapan ya korona ini
akan berakhir?” Tanya Andi ke Ibunya. “Andi sudah bosan Bu sekolah dari rumah,
Andi mau ke sekolah lagi bertemu dengan Bapak dan Ibu guru serta teman-teman
semua untuk belajar dan bermain.” “Wah nak Ibu juga maunya korona ini bisa
secepatnya berakhir ya… tapi sekarang masih banyak korban yang terkena korona ini
jadi kita masih harus bersabar sampai korona ini benar-benar sudah bisa
dikendalikan dan hilang dan tidak ada lagi orang yang terkena korona” jawab Ibu
dengan sedih. “Sekarang yang harus kita lakukan adalah melakukan protokol
kesehatan dan banyak-banyak berdoa kepada Tuhan agar pandemi ini segera
berakhir” kata Ibu dengan bijaksana.
“Tapi Bu, aku sudah sering
berdoa ke Tuhan dan melakukan protokol kesehatan dan ada juga beberapa teman ku
yang seperti itu kenapa masih kena juga dan malah ada yang sampai meninggal
Bu?” tanya aku dengan perasaan penasaran. “Ya itulah namanya takdir nak. Tak
ada yang tau mengenai hal itu. Semua takdir telah ditentukan Tuhan. Ada takdir
baik dan ada takdir buruk dan yang perlu kita sikapi adalah tetap berbaik
sangka kepada Tuhan karena Dia yang memiliki sifat Maha Pengasih dan Maha
Penyayang tak mungkin Dia menguji kita di luar batas kemampuan kita. Dan
pastinya segala kejadian yang ada di dunia ini ada pelajaran atau kebaikan yang
bisa kita ambil untuk dijadikan pelajaran di masa yang akan datang”
“Wah Ibu pandai sekali,
sekarang Andi mulai paham kenapa korona ini bisa ada. Mungkin Tuhan ingin
menguji kita ya Bu? Siapa yang benar-benar taat dan patuh, sabar, dan bersyukur
kepada-Nya atau malah marah-marah ga jelas, dan putus asa menghadapi cobaan
Tuhan ini melalui korona” kata ku sambil memakan cemilan di ruang keluarga.
“Alhamdulillah anak Ibu pandai ya. Benar apa kata Andi makanya kita harus sabar
dan tetap terus berdoa juga berusaha sekuat tenaga untuk menanggulangi korona ini”
kata Ibu ku sambil menonton drama korea acara televisi kesukaannya.
Sudah beberapa bulan Ayah
terkena dampak korona, perusahaan di kantornya bangkrut dan harus merumahkan
beberapa ratus karyawannya. Awalnya ayah sempat sedih dan syok karena umur ayah
sudah tidak muda lagi dan jika harus mencari kerja lagi juga agak sulit karena
hampir semua perusahan mem-PHK banyak karyawannya dan untuk membuka usaha baru
belum ada ide dan konsep serta uang pesangon yang didapat dari kantor hanya
cukup untuk biaya hidup selama beberapa bulan saja. Ayah harus membayar cicilan
motor, uang sewa kontrakan, biaya makan sehari-hari, uang sekolah dan uang
jajan kakak, adik dan saya.
Semakin hari semakin
banyak uban yang ada di kepala ayah. Ibu bilang itu karena ayah terlalu sering
berpikir keras. Sering aku lihat ayah menonton tivi tapi pandangannya hampa
pikirannya melayang entah ke mana. Sekarang ku lihat ayah sedang termenung
memikirkan sesuatu. “Ayah, sekarang Ayah kok Andi lihat sering bengong sih?
Emang Ayah mikirin apa?” tanya ku dengan spontan. “Eh Andi, engga kok Ayah
engga bengong. Ayah cuma lagi mikir mau usaha apa ya Ndi. Ayah bingung cari
modal usaha darimana? Sisa uang pesangon Ayah hanya cukup untuk biaya makan
kita sehari-hari aja selama beberapa
bulan ke depan” kata ayah dengan lesu.
“Ayah, tadi ibu guru di
sekolah mengajar sejarah negara-negara yang pernah menjajah negara kita. Ayah
tau engga negara-negara apa yang pernah menjajah negara kita dan berapa tahun
lamanya?” tanya ku kepada Ayah. “Tau dong… kan dulu Ayah pernah belajar sejarah
juga Ndi” kata ayah sambil tersenyum. “Coba yah kasih tau Andi?” pinta ku. “Nih
Ayah kasih tau kamu ya Ndi. Negara pertama yang pernah menjajah Indonesia
adalah negara Portugis, lamanya 86 tahun dari tahun 1509-1595. Yang kedua,
negara Spanyol menjajah negara kita selama 171 tahun dari tahun 1521-1692. Yang
ketiga adalah negara Belanda yang paling lama menjajah negara kita selama 340
tahun dari tahun 1602-1942. Yang keempat, negara Prancis yang pernah menjajah negara kita selama 5 tahun, dari
tahun 1806-18011. Negara kelima yang pernah menjajah negara kita adalah
Inggris, lamanya 5 tahun dari tahun 1811-1816. Dan yang terakhir adalah negara
Jepang, lamanya 3 tahun dari tahun 1942-1945” kata ayah dengan lancer. “Wow
Ayah pintar” kata ku penuh kekaguman.
“Kalau penjajah itu
artinya apa Yah?” tanya ku. “Oh penjajah itu artinya negara yang menguasai atau
memerintah negara lain” jawabnya. “Eh kalau gitu korona itu mirip seperti
penjajah dong Yah?” tanya ku singkat. “Kok mirip penjajah Ndi?” tanya ayah
balik. “Iya dong kan korona juga menguasai dan memerintah negara-negara di
dunia Yah” jawab ku. “Makanya kita harus merdeka dari korona Yah supaya kita ga
dikuasai dan diperintah sama korona karena aktifitas kita dibatasi sama korona dan
dia bisa memerintah semua orang di dunia untuk make masker dan jaga jarak kan
jadinya mirip penjajah dong Yah. Hahahaha…” kata ku sambil tertawa dan ayah pun
ikut tertawa.
Jakarta 13 Zulhijjah 1442/23 Juli
2021 5:13 pm
Jelang senja di gubuk literasi.
Moh. Urip Hidayat
SDN Cipinang 05
Comments
Post a Comment